Petra Dewi dan Clairy
Bercerita lewat Clay
Clay merupakan salah satu bahan kerajinan yang populer karena mudah dibentuk dengan tangan. Dengan bahan itu, Petra Dewi Handayani paling suka membentuknya menjadi clay figure, doll atau clairy (clay-fairy). Seperti apa?
Lembut, warna-warninya eye catching, mudah dibentuk cukup dengan tangan. Tiga ciri khas clay tersebut menarik minat Petra Dewi Handayani. Perempuan kelahiran Semarang itu mulai mengutak-atik clay sejak 2005. Mulai kecil, Petra menyukai dunia seni. Dia suka buku-buku bergambar dan dunia imajinasi, seperti karya Hans Christian Andersen atau Mark Twain.
Kecintaan terhadap dunia imajinasi itu dia tuangkan dalam kerajinan clay bikinannya. Saat ini, karyanya yang mencapai ribuan dipajang rapi di berbagai sudut rumahnya. Dalam berbagai ukuran, mulai kecil hingga besar, 2D hingga 4D. Jika diperhatikan, clay bikinan Petra kental dengan sentuhan dongeng. Misalnya, peri-peri, Barbie, Sailormoon, Mario Bros, Mickey & Minnie Mouse, dan masih banyak lainnya.
Petra memang banyak bereksperimen dengan clay figure, doll atau clay fairy yang disebutnya clairy. ”Saya ingin bercerita lewat clay. Selain itu, ada makna di balik sebuah karya,” ujar alumnus arsitektur UK Petra Surabaya tersebut. Dalam sehari, Petra bisa membuat 3-5 boneka clay ukuran kecil. Untuk yang berukuran besar dan penuh detail, perlu waktu satu hingga dua minggu.
Salah satu karya tersulitnya adalah Apache Girl. Clay figure yang berwujud gadis Indian lengkap dengan hiasan kepala itu harus di-furnish. ”Saya lapisi dengan pilox bening untuk memberikan tekstur shiny,” terang perempuan yang pernah mengajar piano itu.
Bukan hanya dongeng dari Barat, dongeng Indonesia pun dia tampilkan dalam clay bikinannya. Ada Gatotkaca dan tokoh-tokoh wayang lainnya. Ada pula clay figure berbusana adat Indonesia, seperti Kalimantan dan Bali.
Karya favoritnya yang lain adalah diorama berjudul Young Talent Music Room. Berbentuk studio music dengan personel band yang sedang beraksi. Detail alat musik hingga kabel mik dia sertakan. Semua berbahan clay. Ada pula diorama Sinbad Clay Sailor yang dia selesaikan dalam waktu seminggu. ”Ini karya terbaru. Baru selesai akhir Maret lalu,” ucapnya.
Dari hobi utak-atik clay, Petra meraih prestasi internasional. Dua foto clay doll karyanya meraih juara I dan III, International Polymer Clay Association (IPCA) Competition kategori sculptural figures beginner pada 2010. Yang mendapat juara pertama berbentuk clay doll pramusaji restoran dengan detail makanan serta background lilitan kawat yang dilapisi clay. ”Bikinnya lumayan susah karena harus dipilin sangat kecil. Tetapi, saya suka detail seperti itu karena menantang,” ujar perempuan berkulit kuning tersebut.
”Bikin kerajinan clay sangat menyenangkan karena bisa dilakukan di rumah sambil tetap memantau anak-anak,” tutur ibu dua putra, Gregorius Reynard Sujanto, 6, dan Johannes Kennard Sujanto, 3, itu. Kedua anaknya juga menunjukkan ketertarikan terhadap clay. ”Si sulung sudah bisa membuat lolypop dari clay. Saat ultah, mereka request kue ultah dari clay,” kata Petra.
Sejak Februari lalu, perempuan yang tergabung dalam Indonesian Crafter tersebut membuat blog piets-art.com untuk memajang clay-clay karyanya. Petra juga sedang menyiapkan buku tentang clay. ”Ada dua buku, satu tentang clay dalam bingkai, yang kedua tentang clay doll,” ucapnya. (nor)
Light Weight Tak Khawatir Pecah.
Apa saja peralatan yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan clay? Sebenarnya, cukup dengan tangan saja. Bentuk clay yang menyerupai lilin mainan anak atau yang sering disebut malam itu mudah diolah meski tanpa menggunakan alat bantu.
Banyak model cetakan atau tekstur sheet yang dijual di pasaran. Tetapi, kalau pun tak ada, kita tetap bisa mengutak-atiknya sendiri. ”Saya pribadi lebih suka membentuk dengan tangan,” ujar Petra.
Jenis clay banyak sekali. Untuk membedakan, Petra mengklasifikasikan dari teknik pengeringan dan beratnya. Dari proses pengeringan, ada clay yang cukup diangin-anginkan setelah dibentuk, ada pula yang harus dioven terlebih dulu. ”Dari segi berat, ada clay yang hasil jadinya berat setelah dibentuk, ada pula yang ringan.”imbuh perempuan berambut sebahu itu.
Petra menjelaskan beberapa macam clay. Ada clay tepung, soft clay yang teksturnya halus dan bagus untuk detail. Paper clay memiliki tekstur lebih keras dibanding jenis clay lainnya. ”Biasanya saya gunakan untuk tatakan clay 3D, atau menjadi base dari clay figure di atasnya,” ungkapnya.
Untuk light weight clay teksturnya lembut, mudah dibentuk, dan tidak meninggalkan noda di tangan. ”Jenis light weight ini favorit saya. Hasilnya ringan dan tidak pecah ketika jatuh, asalkan sudah kering,” terang perempuan yang juga hobi melukis dan glass painting itu.
Ada pula polymer clay yang untuk mengeringkannya harus dioven terlebih dulu. Harganya relatif lebih mahal daripada clay lain, namun sangat bagus untuk teknik sculpting. Sedangkan transparent clay merupakan jenis clay yang berminyak, sehingga tidak bisa dicampur air.
Setelah memilih jenis clay, padu padan warna dan komposisi tak kalah penting. Untuk warna, Petra menggunakan patokan lima warna dasar, yaitu kuning, biru, merah, putih dan hitam. ”Teorinya saya dapat sejak SMP. Kalau ingin warna ungu, campurkan biru dan merah. Jika ingin mendapatkan warna hijau, baurkan biru dan kuning,” ucapnya. (nor)
Ka petra kalau mau beli paper clay di semarang dimana ya? Trimakasih
paperclay yg merk DAS mestinya ada di gramed 🙂